ARMANSYAH
armansyah@lampungpost.co.id
SETELAH mengalami keterlambatan, E-Warung Berkah Jaya Desa Sukamulya, Kecamatan Palas, Lampung Selatan, akhirnya menyalurkan bantuan sembako dari program bantuan pangan non-tunai (BPNT) periode Juli—Agustus 2022. Ketua E-Warung Berkah Jaya, Samini, mengatakan telah menyalurkan bantuan sembako kepada 358 keluarga penerima manfaat (KPM). KPM mendapatkan bantuan dari Kementerian Sosial sebanyak dua bulan.
“Semua sudah kami salurkan ke KPM. Sudah kami salurkan pada Selasa, 23 Agustus 2022. Memang kami selama ini yang menyalurkan bantuan sembako ini,” kata dia, Kamis (25/8).
Dia mengaku keterlambatan penyaluran bantuan BPNT atau program sembako tersebut disebabkan pihaknya kesulitan mencari komoditas beras. “Iya penyaluran alami keterlambatan karena kami sulit mencari beras. Sebab, suplayer yang biasa tidak menyanggupi permintaan beras dari kami,” kata dia.
Untuk setiap KPM, kata Samini, mereka mendapatkan 14 kilogram beras, 1 kg jeruk, 15 butir telur, dan setengah kilogram kacang hijau dalam satu bulan. “Bumdes menjadi suplayer beras, untuk komoditas yang lain kami sendiri yang cari. Jadi, masing-masing KPM untuk periode Juli—Agustus mendapatkan beras 24 kg, jeruk 2 kg, telur 30 butir, dan kacang hijau 1 kg,” kata dia.
Penyaluran Terlambat
Kepala Desa Sukamulya, Pujiadi, mengakui adanya keterlambatan penyaluran bantuan sembako. Namun, hal itu disebabkan sulitnya mencari komoditas beras.
“Kami biasa mengambil beras dengan Pak Edi Alpian, selaku suplayer beras. Cuma Pak Edi tidak bisa menyanggupi karena beras lagi susah. Sementara pemberitahuannya juga mendadak pada Jumat pekan lalu. Akhirnya, untuk beras kami serahkan kepada bumdes yang mencari,” kata dia.
Sebelumnya, warga mengeluhkan BPNT belum disalurkan. Maisaroh, salah satu penerima manfaat BPNT, mengaku belum menerima bantuan sembako untuk periode Juli—Agustus. Padahal, desa lain sudah menyalurkan program dari Kementerian Sosial tersebut.
“Enggak tahu kok desa kami belum ada penyaluran BPNT. Sementara desa tetangga, seperti Sukaraja, Pematangbaru, dan Tanjungsari, sudah menyalurkan. Padahal, kami sedang butuh beras,” ujarnya, Senin (22/8).
Dia mengaku tidak pernah memegang kartu KKS yang diterima dari bank penyalur. Kartu tersebut sejak disalurkan hingga saat ini dipegang oleh petugas e-warung.
“Kami enggak pernah memegang kartu KKS. Selama ini kartu dipegang oleh e-warung. Kami hanya tinggal mengambil komoditas ke e-warung. Kami enggak berani mau komplain karena masih menghargai mereka,” kata dia.
Pendamping PKH Desa Sukamulya, Lulu Penanggih, membenarkan bantuan sembako dari program BPNT belum disalurkan ke KPM. Bahkan, uang dari kartu KKS sudah ditarik oleh e-warung.
“Uang di KKS itu sudah digesek di Desa Bangunan. Kemudian, uang di kartu KKS itu dipegang langsung oleh e-warung. Sejauh ini belum ada informasi lagi soal penyalurannya,” ujar dia.
Koordinator PKH Kecamatan Palas, Agung Nugroho, mengaku seharusnya bantuan sembako itu sudah disalurkan ke KPM. Sebab, bantuan dari Kementerian Sosial itu sudah ditransfer ke KKS di atas tanggal 10 Agustus 2022.
“Seharusnya sudah disalurkan. Sudah sepekan lalu bantuan itu disalurkan ke KKS. Kemudian, tidak dibenarkan kalau KKS dipegang oleh e-warung. Itu sudah menyalahi aturan,” kata dia.
Selanjutnya, Dinas Sosial Lampung mengajak keluarga penerima manfaat program keluarga harapan (KPM PKH) untuk dapat graduasi (keluar dari kepesertaan) saat perekonomiannya mulai sejahtera. “Keluarga penerima bantuan jaring sosial yang merasa sejahtera ekonominya diimbau secara mandiri graduasi. Kejujuran menjadi penting dalam menjalankan program ini,” kata Kepala Dinsos Lampung, Aswarodi.
Upaya dorongan graduasi itu untuk memberikan kesempatan keluarga lain yang masih belum sejahtera. “Kita harus sadar pada kemampuan diri sendiri, jika dirasa keluarga bisa bekerja dan memiliki penghasilan yang lumayan, bisa kasih kesempatan keluarga lain,” ujar dia.
Dia menyayangkan masih ada keluarga yang kondisinya memiliki pekerjaan, rumah, hingga kendaraan, yang menerima bantuan Kementerian Sosial tersebut. “Masih ada orang yang tidak malu menerima bantuan pemerintah ini. Padahal, untuk mengalah tidak menerima bantuan sesuatu yang hebat dan patut diapresiasi,” ujarnya.
Hal itu juga dilakukan petugas PKH yang enggan menyosialisasikan dan mengajak keluarga yang perekonomian membaik untuk keluar dari PKH. “KPM itu biasanya saudara, kerabat, atau tetangga dekat petugas itu. Namun, justru banyak mengusulkan penerimaan KPM baru,” kata dia.
Seharusnya, petugas itu bisa pula mengusulkan pencoretan KPM yang layak dikeluarkan. “Tidak bisa kalau penerimaan saja karena dana yang dikeluarkan terdata,” ujar dia. (CR2/O1)