PEMERINTAH Kabupaten (Pemkab) Lampung Timur mendirikan layanan terpadu satu atap (LTSA) untuk memastikan perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI). Atas hal itu, Kementerian Ketenagakerjaan, Pemkab Lampung Timur, Program Safe and Fair ILO-UN Women, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Lampung Timur dan Solidaritas Perempuan Sebay Lampung meresmikan Pusat Informasi LTSA dengan ditandai pemukulan Gong di Desa Sumber Agung, Kecamatan Batanghari.
Diketahui Pemkab Lampung Timur melalui APBD Tahun Anggaran 2022 telah mengganggarkan pembangunan LTSA Lampung Timur. Hal ini sebagai bentuk komitmen pemerintah daerah dalam pelaksanaan Undang-undang Pelindungan PMI khususnya pasal 38 Undang-Undang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia BP2MI Lampung, Ahmad Salabi menuturkan untuk memastikan efektifitas layanan LTSA, pemerintah daerah melalui fasilitasi dari kegiatan MRC telah melaksanakan forum koordinasi Tripartite dan dialog sosial dengan para pemangku kepentingan lainnya dalam rangka mengembangkan mekanisme dan SOP untuk layanan yang terkoordinasi, terpadu dan responsive gender.
SOP dan mekanisme layanan ini merupakan rangkaian persiapan yang dilakukan untuk mendukung efektifitas pemberian layanan penempatan dan pelindungan lintas sektor pada LTSA.
Ia menjelaskan pemkab Lampung Timur merupakan salah satu wilayah pengirim PMI yang tergolong cukup tinggi dibandingkan kabupeten kota lainnya di Lampung.
“Data BP2MI pada tahun 2017-2019 menyebutkan Kabupaten Lampung Timur termasuk 10 besar sebagai kabupaten pengirim asal Pekerja migran MI dengan jumlah penempatan sebesar 21.465 orang,” kata dia, Senin, 29 November 2021.
Dia menjelaskan, berdasarkan laporan World Bank tahun 2017 memperkirakan ada sekitar sembilan juta PMI yang bekerja keluar negeri. Pada 2016, PMI menyumbang lebih dari Rp 118 triliun remitansi ke Indonesia dan data Bank Indonesia pada 2018 menunjukkan adanya peningkatan yang cukup signifikan dari remitansi PMI sebagai penyumbang devisa sejumlah 8,8 miliar dolar AS atau Rp 127,6 triliun. Lalu, kontribusi remitansi ini diperoleh dari PMI yang sebagian besar 67 persen adalah perempuan.
Kendati demikian, besarnya jumlah remitansi yang dikontribusikan PMI pada pembangunan baik di negara asal dan tujuan ini tidak berbanding lurus dengan upaya perlindungan. PMI masih mengalami kasus-kasus kekerasan, penipuan, jeratan hutang, penelantaran anak, perceraian hingga gangguan kejiwaan yang hingga saat ini belum tertangani secara baik.
Ia menjelaskan, pada tahun 2019 BP2MI juga mencatat sebesar 176 pengaduan kasus asal Lampung yang mayoritas dilaporkan oleh perempuan pekerja migran. Kasus-kasus yang dihadapi umumnya berupa hilang kontak, gaji tidak dibayar, kekerasan fisik dan penempatan non-prosedural.
“Kasus-kasus kekerasan berbasis gender, seperti kekerasan dan pelecehan seksual, seringkali tidak dilaporkan karena masih kuatnya stigma dan budaya menyalahkan korban (victim blaming) di kalangan masyarakat,” kata dia.
Sementara itu, Bupati Lampung Timur, M. Dawam Rahardjo menuturkan pihaknya harus memastikan keamanan dan keselamatan warganya yang menjadi PMI.
“Kita akan tingkatkan lagi sebagai upaya jaminan kesehatan dan keselamatan para PMI. Kami akan berkoordinasi dengan instansi terkait untuk mendukung ini,” kata dia.
Diketahui, Kabupaten Lampung Timur akan menjangkau sembilan desa sebagai percontohan. Sembilan desa itu meliputi Desa Banar Joyo; Desa Buana Sakti; Desa Sumber Agung di wilayah Kecamatan Batanghari; Desa Hargo Mulyo; Desa Sumber Gede; Desa Giriklopo Mulyo di wilayah Kecamatan Sekampung; Desa Margototo; Desa Mergo Sari; dan Desa Kibang di wilayah Kecamatan Metro Kibang. (CR3/O1)