Dian Wahyu Kusuma
MATA Lusia Rita Undani awas melihat halaman aplikasi sebuah perusahaan sekuritas di ponselnya. Warna hijau dan merah mendominasi. Hijau menunjukkan harga saham perusahaan sedang naik, sementara merah adalah pertanda untuk harga saham yang lagi turun.
“Kalau warnanya banyak hijau, senang rasanya,” ujar perempuan warga Desa Sidorejo, Kecamatan Sidomulyo, Lampung Selatan ini pada pertengahan Juli lalu.

Rita adalah ibu rumah tangga yang sehari-harinya membantu sang suami membuka bengkel motor service dan spare part, Teguh Motor di Pasar Sidomulyo Lampung Selatan. Sembari menjaga bengkel, ia aktif menggunakan ponselnya untuk trading atau jual beli saham, aktivitas yang dimulainya sejak 5 Maret 2018 lalu.
Dalam fitur itu terdapat kolom yang memberikan saran saham-saham yang perlu dibeli keesokan hari, pekan depan hingga bulan depan.
Aktivitas Rita bermain saham dimulai dengan keputusannya membuka akun di salah satu perusahaan sekuritas. Pilihannya, PT. RHB Sekuritas Indonesia, yang saat itu melakukan sosialisasi saham di Balai Desa Sidorejo. Modal awal yang diperlukan hanya Rp100 ribu. Sebuah jumlah yang masih terjangkau bagi warga desa.
Untuk memudahkan informasi pergerakan saham, Rita memiliki catatan harian dari setiap informasi dan transaksinya. Catatan itulah yang dijadikan acuan untuk membeli saham, baik harga terendah maupun harga tertinggi. “Kita melihat catatan supaya bisa cuan (baca: untung),” ujarnya.
Dalam memilih saham pun, perempuan ini tidak bertele-tele, tanpa analisa. Ukuran paling penting baginya adalah, apakah perusahaan cukup prospek di minggu ini sampai minggu ke depan, atau tidak. Bila dirasa prospek, beli!
Di aplikasi ponsel pintar miliknya, RHB Sekuritas menyediakan juga fitur sederhana bagi penggunanya. Dalam fitur itu terdapat kolom yang memberikan saran saham-saham yang perlu dibeli keesokan hari, pekan depan hingga bulan depan. Termasuk saham-saham yang perlu ditahan (istilah untuk tidak dijual).
Sudah 150 orang yang sudah berjalan dan bertransaksi
DESA KEDUA
Apa yang dilakukan Rita memang bukan hal baru di Desa Sidorejo. Di desa yang terletak di bagian Tenggara Ibukota Bandar Lampung itu menjadi desa kedua (setelah Desa Argo Mulyo, Kalimantan Timur) di Indonesia yang ditetapkan sebagai desa nabung saham.

Menabung saham yang dimaksud adalah ikut bertransaksi jual beli saham perusahaan yang ada di Indonesia dengan menggunakan aplikasi android. Desa ini bekerjasama dengan Bursa Efek Indonesia (BEI) dan di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Kepala Desa Sidorejo, Tommy Yulianto menjelaskan, untuk menabung saham, masyarakat tidak perlu repot lagi datang ke kota. Warganya cukup mendaftarkan diri ke kantor desa dengan membawa KTP, KK dan buku rekening. Selanjutnya menyiapkan modal minimal Rp100 ribu dan akan diberikan pelatihan. “Sudah 150 orang yang sudah berjalan dan bertransaksi,” ujarnya.
Di desa yang memiliki 2300 kepala keluarga, 7 dusun, dan 45 rukun tetangga (RT) ini, setidaknya ada 300 orang mendaftar sebagai investor saham. Sosialisasi saham yang melibatkan organisasi kepemudaan desa juga terus digelar. Tommy, Kepala Desa Sidorejo, menjadi salah satu contoh investor saham sukses.
Dulu pertama yang saya tahu hanya buy and sell, tapi rajin belajar, baca berita, buka google, sekarang tau bagaimana caranya bisa cuan
KEUNTUNGAN
Soal keuntungan, duakui cukup besar. Rita menjelaskan, di dunia jual-beli saham, rata-rata sehari kerja, mendapat 1 persen keuntungan dari modal pokok. Maka, bila dalam satu bulan ada 20 hari kerja, maka keuntungan yang bisa didapatkan 20 persen dari modal pokok. Pernah suatu kali, Rita meneguk untung Rp1,5 juta, hanya dalam tiga hari kerja.
“Bayangkan, siapa yang mau menggaji 20 persen sebulan dari modal pokok, investasi ini cukup menjanjikan, saya ajak anak saya (Fanny dan Liana) untuk ikut juga,” ujar Rita. Pada Juni 2018, ia mendapat keuntungan sekitar Rp 8 juta dalam sebulan.
Setidaknya, dua koran bisnis yang dilahapnya setiap hari: Bisnis Indonesia dan Tabloid Kontan. untuk mendukung informasi pembelian saham.
Uang itu ia gunakan untuk membeli ponsel, menambah bayar cicilan, dan simpanan untuk investasi, dengan membeli sampai 1.000 lot saham. Beberapa di antara saham ia miliki bahkan sudah melakukan bagi hasil keuntungan perusahaan.
Sementara Tommy, pada Juni lalu mendapat deviden berjumlah Rp. 2,6 juta, dari perusahaan yang sudah IPO. Sebuah nilai yang cukup besar untuk warga desa. “Ada email pemberitahuan saya dapat deviden,” kenang Tommy.

Mendapatkan keuntungan lebih besar, membuat Rita dan Tommy serius dan “tidak main-main” dengan perdagangan saham. Sejumlah buku tentang perdagangan salam dibaca untuk menambah wawasan. Saat wawancara dilakukan, dua buku tentang saham, berjudul Technical Analysis for Mega Profit karya Edianto Ong dan Technical analysis of the financial markets karya John J. Murphy tergeletak di atas meja Rita.
“Dulu pertama yang saya tahu hanya buy and sell, tapi rajin belajar, baca berita, buka google, sekarang tau bagaimana caranya bisa cuan,” tutur Rita yang mengaku setiap sore mendapat kiriman email dari RHB Sekuritas, setelah pasar bursa ditutup.
Sementara Tommy aktif membaca berita saham dari berbagai harian bisnis. Setidaknya, dua koran bisnis yang dilahapnya setiap hari: Bisnis Indonesia dan Tabloid Kontan. untuk mendukung informasi pembelian saham.
Meski demikian, baik Rita maupun Tommy mengaku masih belum cukup piawai bermain saham. Sampai saat ini, Rita mengaku belum bisa membaca harga support dan resistance saham.
Tak jarang, sering kali Rita menemukan, saham miliknya yang sudah terlanjur dijual, eh, beberapa saat kemudian, harganya masih melambung. Atau, ketika saham yang dikira akan turun nilainya, lalu terlanjur dijual, malah kemudian naik harganya. “Disyukuri aja, rejekinya memang segitu.” kenangnya.
Ada juga warga desa yang tidak bisa melakukan tanda tangan yang persis sama saat mengisi formulir.
PENDIDIKAN SAHAM
Persoalan pendidikan dalam aktivitas saham, didorong oleh perusahaan sekuritas yang terlibat dalam program “saham masuk desa”. PT. RHB Sekuritas Indonesia salah satunya. M.H. Chairul Samsi, Representative Officer PT. RHB Sekuritas Indonesia menjelaskan, pihaknya menawarkan skema investasi melalui edukasi.
“Awalnya belum mengajak investasi. Kami ajari tentang investasi bodong dan legal, mereka antusias,” kenang Chairul di kantor cabang Bandar Lampung.
Dan itu bukan hal yang mudah. Chairul menceritakan, setidaknya perlu empat kali pertemuan untuk bisa meyakinkan kepala desa agar menyetujui adanya sosialisasi saham di desanya.
“Uniknya kepala desa sempat frontal, karena di desanya banyak masuk investasi bodong. Kami berdiskusi tiga jam dengan kepala desa, awalnya sempat ragu, tapi setelah pertemuaan keempat kepada desa Sidorejo menerima,” ujar Chairul.

Karena respon positif itulah, sebuah kantor belajar saham dibangun khusus di depan kantor Kepala Desa Sidorejo. Bila ada warga yang ingin belajar saham, cukup dibimbing oleh pemuda desa yang sudah memahami perihal persahaman. Bila animo warga tinggi, jumlah “murid saham” membludak, baru memanggil pihak perusahaan investasi saham untuk turun tangan sebagai narasumber.
Serta memudahkan masyarakat untuk belajar saham tanpa harus jauh-jauh ke kota
Saat ini pihak RHB Sekuritas Indonesia fokus pada penambahan jumlah investor sehingga masyarakat secara finansial bisa terbantu. Tentu saja, ada proses yang harus dijalani oleh para investor saham desa, seperti proses membuka akun sekuritas, misalnya.
Chairul menuturkan, di perusahaannya, proses membuka akun setidaknya membutuhkan waktu paling cepat satu minggu sampai satu bulan. Meliputi pengirisp formulir online di website, penyertaan dokumen pendukung, sekaligus mengisi sub rekening dana nasabah (RDN). Untuk poin terakhir ini, RHB Sekuritas Indonesia bekerja sama dengan Bank BCA.
Sekilas, proses itu tergolong sederhana dan cepat. Tapi tidak dalam kenyataannya. Persoalan paling sering dihadapi adalah tidak lengkapnya dokumen warga. Ada juga warga desa yang tidak bisa melakukan tanda tangan yang persis sama saat mengisi formulir. Belum lagi soal kepemilikan KTP, yang ternyata tidak semua warga memilikinya.
Kepala Kantor Perwakilan Bursa Efek Indonesia (BEI)/IDX Lampung, Hendi Prayogi menuturkan, Desa Nabung Saham ini dilaksanakan sebagai salah satu upaya agar masyarakat desa mengetahui seluk beluk investasi di pasar modal. Sekaligus mengurangi resiko masuknya investasi bodong yang mulai menyisir masyarakat pedesaan. “Serta memudahkan masyarakat untuk belajar saham tanpa harus jauh-jauh ke kota,” katanya.
Hendi menuturkan, kerjasama IDX dengan perusahaan sekuritas seperti PT. RHB Sekuritas Indonesia yang membuat nominal awal yang terjangkau bagi warga desa- Rp100 ribu- bisa dicapai. Tanpa kerjasama itu, perusahaan sekuritas menetapkan dana awal yang lebih tinggi untuk nilai awal pembukaan transaksi saham.
Data IDX menyebutkan, jumlah investor di Lampung Selatan terus bertambah. Pada Desember 2017, investor yang tercatat di provinsi ini berjumlah 351 orang (SLE). Jumlah itu meningkat pada Januari 2018 hingga mencapai 361 orang.
Kedua adalah logika. Kalau ada tawaran-tawaran yang menghasilkan pasti 5 atau 10 persen, warga harusnya waspada terhadap hal itu
Sementara pada Februari-Juni, jumlah investor terus meningkat tinggi. Februari mencapai 386 orang, Maret 426 orang, April 448 orang, Mei 470 orang, dan Juni 482 orang. “Peningkatan jumlah investor di Lampung Selatan itu berpusat di Desa Sidorejo, jelas Hendi.
Nicky Hogan, Direktur PT. Bursa Efek Indonesia menjelaskan, perwakilan bursa di Bandar Lampung telah bersusah payah bekerja di luar jam kerja. Mereka mengadakan sosialisasi saham di ruang tertutup maupun terbuka.
“Sosialisasi siap sedia kita akan mendorong desa lain di sekitarnya. Kita berani melakukan kegiatan terbuka, bahwa inilah investasi yang sebenarnya. Produk yang ditawarkan bukan untuk penipuan.” jelasnya saat peresmian Desa Nabung Saham di Sidomulyo, Mei lalu.
Masyarakat, kata Nicky, harus tahu bahwa investasi di pasar modal bisa terjangkau, dan tidak ribet. Karena itu, jika ada tawaran-tawaran investasi produk yang bodong, Nicky mengharapkan warga selalu ingat rumus 2L.
L pertama adalah legalitas. Warga desa hendaknya selalu mengecek perusahaan investasi ke OJK untuk mengetahui apakah perusahaan itu terdaftar atau tidak. “Kedua adalah logika. Kalau ada tawaran-tawaran yang menghasilkan pasti 5 atau 10 persen, warga harusnya waspada terhadap hal itu,” katanya. (R4)