DESA Madukoro terbentuk pada 1972 dengan luas 4.210 hektare sebagian wilayahnya menjadi permukiman TNI Angkatan Laut (AL). Namun, pemekaran pada 2002 membuat Desa Madukoro menjadi dua, yakni Madukoro dan Madukoro Baru.
Setelah pemekaran tersebut kini luas wilayah daerah Desa Madukoro ± 2.686,91 ha. Dari luas tersebut, 175,8 ha untuk permukiman, perladangan (1.208,88 ha), perkebunan (952,15 ha), persawahan (80,80 ha), sempadan sungai (89,58 ha), dan bendungan (25,66 ha).
Sejak berdiri hingga saat ini sudah delapan kali pergantian kepala desa. Kepala Desa Madukoro saat ini adalah Johan Andri Yanto yang mulai menjabat sejak 2017 hingga kini.
Johan menyebutkan penduduk desanya heterogen karena berasal dari berbagai suku. Mereka sebagian besar bermata pencarian sebagai petani dan buruh tani.
“Masyarakat di sini dari berbagai suku, seperti Jawa, Sunda, Palembang, Lampung, Madura, Padang, Batak, dan lain-lain. Meski demikian, hubungan antarmasyarakat berjalan cukup baik. Pekerjaan mereka mayoritas sebagai petani dan buruh tani,” ujarnya, Selasa (5/1).
Dia menyebutkan daerahnya merupakan sentra pendidikan karena memiliki 12 sarana pendidikan. Di Madukoro memiliki sekolah mulai dari sekolah dasar hingga tingkat atas.
“Desa kami memiliki enam sekolah tingkat dasar terdiri dari lima SD dan satu madrasah ibtidaiah. Untuk tingkat pertama ada satu SMP negeri dan satu madrasah tsanawiah. Sedangkan untuk tingkat atas ada empat sekolah masing-masing satu SMA, dua SMK, dan satu madrasah aliah,” ujarnya. (FIT/D1)